PUBLIK NEWS.CO.SAMARINDA. Sudah menjadi pemandangan biasa di kota besar, adanya anak jalanan (anjal) dan gelandangan pengemis (gepeng), termasuk Samarinda yang menjadi Ibu Kota Kaltim. Padahal saat ini Samarinda memiliki Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2017 tentang pembinaan terhadap pengemis, anak jalanan dan gelandangan, namun seakan kurang memberikan efek jera.
Persoalan inilah yang tidak hentinya menjadi pembahasan dalam Komisi IV DPRD Kota Samarinda. Terlebih dengan bentuknya yang kini lebih beragam seperti badut yang mempekerjakan anak-anak usia sekolah.
Hal ini menjadi sorotan tersendiri dari Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sri Puji Astuti. Memang ia mengakui hal ini menjadi salah satu permasalahan sosial yang sering terjadi di kota-kota besar. Namun seharusnya dengan adanya perda, membuat para pelakunya jera. Sebab dalam perda tersebut sudah dijelaskan dalam pasal 13 pengemis, anjal, dan gelandangan dilarang melakukan kegiatan meminta-minta di jalanan dan sarana umum lainnya.
“Dari kecamatan juga sering melakukan penertiban, tapi tetap saja seakan tidak membuat jera. Karena masyarakat masih sering memberi mereka,” tutur Puji.
Terlebih lagi Politikus Partai Demokrat ini mengakui beberapa badut itu merupakan anak-anak yang seharusya masih menempuh pendidikan. Sehingga bukan saatnya mereka dipekerjakan untuk meminta-minta di jalan dalam bentuk apapun.
Padahal Kota Samarinda telah mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA). Namun masih banyak pihak yang tidak menyadari telah mengeksploitasi anak-anak sebagai tenaga kerja.
“Bagaimana kita mau menjadi kota layak anak, sepenuhnya. Ini juga perlu menjadi perhatian masyarakat, agar tidak lagi memberikan kepada anak-anak itu. Karena seharusnya mereka belajar bukan untuk bekerja,” demikian Puji.
yang sering terjadi di kota-kota besar. Namun seharusnya dengan adanya perda, membuat para pelakunya jera. Sebab dalam perda tersebut sudah dijelaskan dalam pasal 13 pengemis, anjal, dan gelandangan dilarang melakukan kegiatan meminta-minta di jalanan dan sarana umum lainnya.
“Dari kecamatan juga sering melakukan penertiban, tapi tetap saja seakan tidak membuat jera. Karena masyarakat masih sering memberi mereka,” tutur Puji.
Terlebih lagi Politikus Partai Demokrat ini mengakui beberapa badut itu merupakan anak-anak yang seharusya masih menempuh pendidikan. Sehingga bukan saatnya mereka dipekerjakan untuk meminta-minta di jalan dalam bentuk apapun.
Padahal Kota Samarinda telah mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA). Namun masih banyak pihak yang tidak menyadari telah mengeksploitasi anak-anak sebagai tenaga kerja.
“Bagaimana kita mau menjadi kota layak anak, sepenuhnya. Ini juga perlu menjadi perhatian masyarakat, agar tidak lagi memberikan kepada anak-anak itu. Karena seharusnya mereka belajar bukan untuk bekerja,” demikian Puji.
Penulis: Tim Redaksi