Publiknews. Co, Samarinda – Memasuki masa penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang telah menggunakan sistem zonasi, Anggota Komisi IV DPRD kota Samarinda, Maswedi menilai bahwa upaya yang dilakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) kota Samarinda masih perlu pembenahan.
“Kalau dari sisi kesempurnaan masih jauh. Artinya masih banyak problem sebenarnya yang ditimbulkan dari sistem yang ada saat ini terkait dengan zona,” ungkapnya di Sekretariat DPRD Samarinda, Selasa (20/6/2023).
Politisi asal Nasdem itu juga mengkritisi pihak Disdikbud yang telah menyebutkan bahwa saat ini di Kota Tepian tidak ada lagi sekolah unggulan, melainkan menyamaratakan seluruh sekolah yang ada.
Namun, Ia menyampaikan jika hal tersebut belum sepenuhnya benar lantaran, penyediaan sarana dan prasarana, tenaga pendidik atau pengajar tidak sama dengan sekolah yang berpusat di Kota Samarinda, sehingga mengakibatkan paradigma dan cara berpikir masyarakat tetap berkembang hingga saat ini.
“Tapi kami lihat juga setidaknya dari kasat mata sudah bagus memang sampai saat ini. Kami masih menerima ada beberapa sekolah dari sisi kuota belum terpenuhi,” terangnya.
Lebih lanjut, Ia memaparkan bahwaasij banyak masyarakat yang berada di kawasan pinggiran Kota Samarinda secara kebutuhan pendidikan belum memiliki bangunan sekolah yang cukup memadai.
“Contoh kami dapat aduan di daerah Lempake cuma ada satu SMP Negeri 13. Sekolah tidak bisa menampung semua calon pelajar yang berdomisili di sana, sehingga mereka harus terlempar ke Tanah Merah yang notabenenya lebih jauh,” jelasnya.
Berangkat dari persolaan tersebut, menurutnya muncul paradigma atau pun asumsi yang melekat kepada masyarakat tentang sekolah unggulan Favorit.
“Itu lah kenapa orang tua memaksakan agar anak ya bisa masuk ke dalam sekolah unggulan ada terkadang melakukan segala cara agar tetap masuk di sekolah itu (sekolah favorit),” ucapnya.
Ia pun berharap, agar Disdikbud Kota Samarinda dapat menyosialisasikan terkait bahwa di Kota Samarinda tidak lagi memiliki sekolah unggulan dalam artian sekolah yang ada telah disamaratakan.
“Sehingga kalau berbicara zonasi pun jelas, harus masuk dimana, tinggal dimana maka sekolah pun harus dimana. Jika tidak diberikan pemahaman maka masyarakat kita (orang tua) memaksakan anaknya sekolah yang jauh dari jarak rumahnya,” urai Maswedi.
Dengan demikian jelas hal tersebut yang mengakibatkan sistem zonasi tidak berjalan secara maksimal. Ia juga berharap Disdikbud Samarinda harus melakukan tujuan dari diterapkan sistem zonasi tersebut yakni dalam rangka untuk pemerataan.
“Artinya tidak terfokus dalam satu sekolah atau tempat. Jadi bisa menyebar merata termasuk di sekolah pinggiran. Tapi yang menjadi sebuah catatan fasilitas yang dimiliki di kota harus sama dengan apa yang dimiliki oleh sekolah di pinggiran. Artinya fasilitas harus memadai dan setara dengan yang di pinggiran maupun di kota,” pungkasnya.
Penulis : Farid | Editor : Eka Nika