PUBLIKNEWS.CO, SAMARINDA – Sudah bukan dipungkiri, pandemi COVID-19 yang masih melanda Indonesia, khususnya Samarinda harus benar-benar dipikirkan penanganannya.
Untuk itu, tidak sedikit anggaran yang disiapkan dan digelontorkan, agar situasi dan kondisi daerah tetap terjaga.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Samarinda Deni Hakim Anwar mengatakan, penganggaran penanganan COVID-19 akan tetap dilakukan selama pandemi COVID-19 masih melanda.
Politisi dari partai Gerindra ini menyebut, awal-awal pandemi COVID-19 melanda Kota Samarinda, anggaran penanganan COVID-19 yang disiapkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mencapai Rp 350 miliar. Namun sejalan waktu, realisasi anggaran yang terserap di masing-masing OPD tidak maksimal. Sehingga mengakibatkan munculnya Silpa.
Di tahun 2022 ini, Samarinda masih berada dalam kondisi pandemi, anggaran penanganan COVID-19 tetap menjadi perhatian. Tapi nilainya tidak sebesar di tahun-tahun sebelumnya.
“Berkaca di tahun lalu, Pemkot menganggarkan Rp 350 miliar, tapi yang terserap hanya kurang lebih sekitar Rp 100 Milar. Di tahun ini tetap ada anggaran untuk COVID-19 sekitar Rp 150 miliar, tinggal masing-masing OPD memantau untuk menggunakan dana itu seperti apa,” katanya, Kamis (10/3/2022).
Dikatakannya, masing-masing OPD menjadi penentu berapa banyak anggaran yang disiapkan untuk benar-benar dapat terserap maksimal.
“Bagaimanapun serapan itu tergantung pada masing-masing OPD menyikapi untuk dapat diserap maksimal, karena di tahun 2022 ini tidak sama dengan kondisi separah di 2021. Saat itu COVID-19 dengan varian Delta kuat, tapi saat ini kita hanya temui varian Omicron yang efeknya tidak sedahsyat delta. Tapi yang jelas perintah pemerintah pusat bahwa seluruh daerah harus menganggarkan penanganan COVID-19,” katanya.
DPRD Samarinda, lanjut Deni, hanya bertugas sebagai pengawasan, agar apa yang diprogramkan pemerintah dapat terlaksana sesuai maksud dan tujuan.
“Kami sebagai controller, dewan hanya memantau sejauh mana serapan ini tadi, apakah sudah bisa berjalan dengan maksimal atau tidak. Tapi berkaca dengan kondisi sekarang, tidak separah sebelumnya. Jadi serapan itu bisa dialokasikan ke perubahan nantinya dan bisa dialokasikan ke lainnya,” katanya.
“Misalnya untuk masalah penanganan ODGJ, ini keperluan dana yang mendadak dan tidak ada posnya. Ini penting, kecuali pemerintah sudah mendapatkan arahan dari WHO bahwa ini sudah jadi endemik, memungkinkan tidak ada lagi penganggaran,” kata Deni lagi.
Menilik OPD dalam penggunaan anggaran penanganan COVID-19 ini, sambung Deni, seperti Dinas Kesehatan dan BPBD adalah mereka yang mayoritas bekerja lebih banyak dengan bersentuhan virus COVID-19. Sementara seperti Satpol-PP, melaksanakan penertiban masyarakat untuk menghindari meluasnya penularan virus, juga memerlukan anggaran. Intinya, semua ada di setiap OPD, yang jadi pembeda adalah nilainya saja, disesuaikan dengan kebutuhannya.
Penulis : Han