PUBLIKNEWS.CO, SAMARINDA – Surat Edaran (SE) Mentri Agama Nomor 5 Tahun 2022 Tentang aturan dan tata cara menggunakan pengeras suara masjid, menimbulkan “kegaduhan” tengah-tengah masyarakat.
Banyak masyarakat menilai, aturan tersebut terkesan berlebihan, karena sejak puluhan tahun silam, pengeras suara di masjid sudah menjadi hal yang biasa. Namun di sisi lain, juga pihak-pihak yang mendukung SE Menag tersebut.
Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda Subandi mengatakan, jika alasan dibuatnya aturan tersebut karena dianggap mengganggu, maka itu bukan hal yang baru.
“Menurut saya, itu tidak perlu dipersoalkan lagi. Kalau melihat argumentasinya keberagaman, saya kira, saudara kita yang berbeda akidah, selama ini sudah memaklumi hal yang biasa terjadi. Itu tidak ada masalah, artinya aman-aman saja,” katanya, ditemui di ruang kerjanya, Selasa (2/3/2022).
Terkait dengan SE Menag tersebut, Subandi mengaku, kurang setuju. Menurut dia, seharusnya aturan semacam itu sebelum dibuat harusnya melakukan dialog dengan MUI ataupun tokoh-tokoh agama, sehingga tidak menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Selama ini, kata dia, masyarakat Indonesia sudah hidup rukun berdampingan antara satu dengan yang lain.
“Saya anggap ini tidak pas. Secara urgensinya kalau argumentasi menjaga kerukunan. Toleransi sudah lama terjalin. Jangan lagi kita yang sudah toleransi luar biasa, malah seolah-olah kita belum melaksanakan,” ujarnya.
“Saya berharap, hendaknya sebelum membuat kebijakan seperti ini, setidaknya melibatkan MUI atau tokoh agama. Jadi, jangan langsung kemudian membuat statement yang akhirnya membuat peraturan yang gaduh,” sambungnya.
Kepada masyarakat khususnya yang ada di Samarinda, Subandi mengimbau agar tetap tenang menyikapi aturan tersebut.
“Kita sikapi dengan tenang saja, kemungkinan maksud Kemenag baik, cuma salah dengan penempatan bahasa atau anonimnya. Jadi masyarakat harus tenang, jangan mudah terprovokasi,” pungkasnya.
Penulis : Han