Samarinda, Publik News — Sri Puji Astuti, Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, menyatakan bahwa akan mendorong revisi Perda Nomor 10 tahun 2013 tentang Perlindungan Anak.
Kekerasan pada anak merupakan hal yang sangat melanggar hukum. Pasalnya, buah hati yang perlu di jaga dan menjadi kekerasan yang sangat penting untuk di tindak lanjuti dalam upaya menjag generasi bangsa kedepannya.
Akan tetapi, pengentasan kasus kekerasan pada anak di Kota Samarinda, masih mengalami kendala yang belum terselesaikan. Hal tersebut di utarakan oleh Puji, selaku ketua komisi IV DPRD Kota Samarinda, akibat peraturan daerah(Perda) yang belum di sesuaikan denga pucuknya.
Puji menilai, penanganan anak seharusnya didasarkan dengan konsep yang di atur dalam konveksi hak anak dan peraturan yang ada di Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI.
“Selama ini penanganan kasus anak itu tidak sesuai dengan ketentuan, karena sekarang ada restorative justice dalam penanganan hukum anak yang perlu diatur melalui revisi Perda nomor 10 tahun 2013, dan itu disesuaikan dengan konvensi hak anak,” jelasnya.
Di ketahui, usulan revisi Perda nomor 10 tahun2013 tentang Perlindungan anak di ajukan sebelumnya pada tahun 2020 silam. Walaupun demikian, hingga tahun 2021 revisi atas Perda tersebut belum juga di bahas.
Puji pun mengatakan, jika draft revisi Perda nomor 10 tersebut telah masuk di antara Perda-perda lainnya dalam program pembentukan Perda (Propemperda) 2022 yang di harapkan mampu segera di garap untuk di sahkan kemudian.
“Sampai saat ini kami belum bahas, nanti harus dibentuk pansus, kalau sudah ada pansus kami akan segera bekerja,” ucap politisi asal Partai Demokrat tersebut.
Dia melanjutkan, ada beberapa ketentuan dalam revisi itu yang nantinya mendorong Pemkot Samarinda memberi keberpihakan terhadap anak, terkhusus dalam penanganan kasus hukum. Contohnya, pembentukan rumah aman bagi anak, sampai dukungan anggarannya.
Melihat data yang di sampaikan Pemprov Kaltim, total kasus kekerasan perempuan dan anak di Kaltim hingga Juli 2021tercatat sebanyak 184 kasus. Dari total jumlah tersebut, jumlah terbanyak ialah Kota Samarinda, dengan 93 kasus, diikuti Kota Bontang dengan 34 kasus dan Balikpapan sebanyak 25 kasus.
Puji pun menyatakan, jika revisi Perda nomor 10 tahun 2013 tersebut di harapkan bisa menunjang cara penanganan kekerasan pada anak dan perempuan secara hukum yang tepat di Kota Samarinda. Di sisi lain, juga sesuia dengan peraturan perundang-undangan di Kementrian yang telah di atur.
“Kita punya Perda namun selama ini terkendala diimplementasinya, kita harus siapkan rumah aman dan SDM-nya, nanti (Perda) ini akan mengarah kesana,” pungkas Puji. *
Penulis: Anisa